Minggu, 04 Oktober 2009

1 menit putus asa dan 1 menit rasa puas.

Di sebuah kota yang modern, gemerlap cahaya lampu menerangi sudut ibukota yang gelap karena malam. Tampak seorang pemuda, memakai jins lusuh dan kaus yang kotor, serta menggendong sebuah gitar yang tampak sebagai seorang partner untuk mencari sesuap nasi di keramaian ibukota, bersandar di samping pintu sebuah hotel yang bertuliskan Relife-Hotel sambil memainkan gitarnya yang usang namun merdu di telinga pendengarnya. Berharap orang-orang yang melewatinya akan menjatuhkan sedikit uangnya ke dalam topi yang daritadi sudah di buka-nya lebar-lebar. Topi itu masih kosong, hingga malam ini tak tampak sedikitpun uang di dalamnya. Tak lama, ia diam terpaku menatap topi tersebut masih kosong, berhenti mengalunkan lagu-lagu merdu dari pita suaranya dan memilih untuk diam menatap topi kosong tersebut.

Seribu orang yang melewati dirinya hari ini tidak memudahkan dirinya untuk mendapatkan seribu rupiah dari mereka. Terbukti dari topi kosong tersebut yang masih saja dilihatnya putus asa. Sempat terbayang di benaknya "Kenapa hidup gw kayak gini?", detik berikutnya muncul niat jahat dalam diri sang pemusik jalanan tersebut. Di dukung oleh perut yang lapar ingin di isi, serta pandangannya yang teralih kepada seorang yang berjalan meninggalkan motor dan kuncinya di seberang jalan, tampak bahwa orang tersebut lupa mencabut kunci dari motornya karena terburu-buru masuk ke dalam sebuah toko kue. Langsung saja ia membuat rencana untuk mencuri motor tersebut, tanpa memikirkan resiko dan hal buruk yang mungkin saja menimpannya. Menit berikutnya, ia pun berdiri tegap sambil memakaikan topi yang kosong tadi di kepalanya dan menatap fokus pada motor tersebut. Terdiam, Membisu, dengan tatapan seperti seorang Cheetah yang akan memburu mangsanya.

Tak perlu berpikir seribu kali untuk memulai rencana dadakan yang ia buat 1 menit yang lalu, ia pun mendekati motor tersebut sambil membayangkan sebuah makanan yang mungkin ia dapatkan ketika menjual motor curian ini. Tak perlu membuang waktu untuk menyadarkan si pembawa motor bahwa kuncinya tertinggal. Tak perlu menunggu sampai pengemudi keluar dari toko kue. Langkah demi langkah ia jalani, menyebrangi jalan raya yang sepi karena malam yang larut, gelap karena cahaya yang perlahan menghilang tak sampai karena jalan tersebut terlalu lebar. Namun hal tersebut tidak menggoyahkan pikirannya, mata dan pikirannya tetap fokus pada motor yang tinggal beberapa Meter di hadapannya.

Menit berikutnya, ia hanya perlu meraih sedikit lagi motor tersebut. Sudah tepat berada di hadapannya, dan ia hanya perlu duduk menyalakan motor dan membawanya pergi. Pada menit ini pula, Krincing seketika terdengar memecah keheningan malam dan keheningan hatinya, menandakan bahwa pintu toko kue tersebut terbuka. Maka pemuda itu pun berdiri terpaku hanya 50 Senti dari motor yang ingin ia curi. Tatapannya teralihkan pada pintu yang terbuka, menunggu dengan cemas seseorang yang mungkin akan keluar dari toko tersebut dan memergokinya ingin mencuri.

Memang ada seseorang yang keluar dari toko tersebut, dan dia adalah bapak yang mengendarai sepeda motor yang ingin ia curi. Namun ia tidak bertangan kosong keluar dari toko tersebut, bahkan terlalu banyak membawa bawaan. Bapak ini cukup gemuk, tak tampak dari kejauhan bahwa ia gemuk, dan pintu toko ini kecil, lebih kecil dari tampaknya ketika sang pemuda melihatnya dari kejauhan. Namun itu tak penting lagi, jelas bapak tersebut melihat dirinya berdiri terpaku dengan gitar di tangan kiri menandakan bahwa ia seorang pengamen. Tapi apa yang terjadi? Beliau justru tersenyum kepada sang pemuda sambil terus berusaha membawa kotak-kotak besar yang ia peluk melewati pintu yang kecil.

Sampai bapak tersebut berhasil melewati pintu toko, sang pemuda hanya diam terpaku. memandangi beliau. Walaupun ia membalas senyuman ketika beliau tersenyum tadi, tapi hal tersebut tidak membuatnya beranjak dari tempat ia berdiri. Ia tetap memandang bapak itu dan mencermatinya. Sampai tiba tatapannya pada tulisan kecil di sudut kotak yang di bawa oleh bapak-bapak tersebut. Tulisan tersebut berkata "untuk Relife-Hotel", maka langsung terlintas di benaknya bahwa bapak ini ingin membawa kotak tersebut ke dalam hotel yang berdiri persis di seberang toko kue.

Tanpa di sadari bapak gemuk itu sudah melewatinya dan mulai menyeberang tanpa perasaan curiga sedikitpun, pandangan si pemuda tetap tertuju pada bapak yang sedang berjalan menyeberangi jalan raya yang sepi. Bapak gemuk itu berjalan lambat sekali karena khawatir kotak yang dia bawa akan jatuh, namun di kejauhan tampak cahaya lampu mobil yang berjalan amat cepat di jalanan yang sepi ini, tidak menyadari bahwa ada seorang yang bersusah payah menyeberang jalan demi mengantarkan sebuah kue.

Sepuluh meter mobil tersebut belum mengurangi kecepatannya, masing-masing pihak tidak mengetahui keberadaan satu sama lain. Hanya pemuda yang tepat berdiri di belakang bapak gemuk yang menyadari, bila tidak di ingatkan maka akan terjadi kecelakaan yang tragis di jalan antara hotel dan toko kue ini. Muncul Dua buah pilihan di benak sang pemuda, ia membiarkan bapak tersebut celaka dan ia akan mendapatkan sebuah motor secara cuma-cuma atau menyelamatkan bapak tersebut dengan taruhan yang belum jelas. Ia hanya mempunyai waktu Dua detik untuk memilih. Satu detik untuk niat buruk dan satu detik untuk niat baik. Dua detik itu berjalan sangat lambat, pilihan yang sulit untuk seseorang yang berputus asa.

Akhirnya pada detik ketiga, ia memilih untuk menyelamatkan bapak penyeberang jalan. Ia berlari meninggalkan gitarnya tanpa pikir panjang sambil berteriak-teriak memecah keheningan malam, berharap teriakannya akan membatalkan hal buruk yang mungkin akan terjadi di jalanan tempat ia mencari sesuap nasi ini. Teriakannya tidak sia-sia, bapak gemuk itu menyadari bahwa ia dalam bahaya. Dan segera, dengan reflek yang jarang terlihat untuk orang yang gemuk, bapak tersebut melempar kue yang di peluknya dan meloncat menghindari mobil yang tak lama kemudian mengerem setelah sadar bahwa ia telah membahayakan orang lain. Dan sang pemain gitar pun berhenti berlari, satu menit ini ia tersenyum puas karena merasa telah menyelamatkan satu orang dari sebuah kecelakaan. Walaupun belum bisa menyelamatkan diri sendiri dari kecelakaan yang seharusnya menimpa orang lain. Bapak yang masih shock itu akhirnya sadar, bahwa bukan dirinya lah yang melompat, namun sang pemuda yang mendorongnya sehingga ia selamat.

Pemuda itu tergeletak di tengah jalan, di hampiri seorang bapak yang menggenggam telepon selular berteriak-teriak menelepon rumah sakit atau semacamnya. Menit berikutnya, semua berakhir.

Sang pemuda merasa tenang dan sepi, tertidur selamanya dengan senyuman yang menghiasi wajah yang selama ini berhiaskan rasa putus asa. 1 menit yang lalu ia berputus asa, satu menit inilah ia merasa puas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cerita sebelumnya