"Malam ini dingin”, pikirku saat sedang mengendarai sepeda motor menuju toko kecil milik ku. Toko itu terletak di tengah kota, tempat yang cukup strategis karena berseberangan langsung dengan sebuah hotel yang cukup mewah. Namun, tak berarti pekerjaanku akan mudah di sini, karena tidak semua orang yang melewati toko ini ingin membeli atau memesan sebuah kue. Kebanyakan dari mereka hanya lewat dan menganggap toko ini seperti tidak ada. Malam ini sudah cukup larut, tapi aku masih mengendarai motor tuaku. Melewati jalanan sepi yang di terangi lampu-lampu di sekitarnya, cukup indah untuk menemaniku melintasi jalanan ini. Kupacu motorku dengan cepat karena aku sadar sebagai seorang bapak yang harus menghidupi seorang anak yang ingin memasuki perguruan tinggi, aku harus bekerja lebih keras untuk memenuhi permintaan bagian administrasi tahun depan.
Jalanan semakin sunyi. Saat ku perhatikan sisi kanan-kiri ku terlihat rumah, toko, dan tempat keramaian sudah menutup pintu mereka. Lampu-lampu telah di matikan, menambah gelap jalan yang harus ku tempuh malam ini. Hanya ada aku dan motor tua yang memberikan sinar kepada jalanan sepi sepi ini. Kemudian pada saat sedang asyik menikmati kesunyian malam, kurasakan getaran kecil di saku celanaku, ketika kuperiksa ternyata telepon genggam ku berbunyi. Lantas saja aku berhenti dan menerima panggilan tersebut dan aku berbicara dengan suara yang tidak asing lagi, suara laki-laki yang berat namun tegas yang merupakan suara dari orang yang memintaku pergi malam-malam hanya untuk mengantarkan sebuah kue. Dia adalah orang yang memesan kue buatan ku, yang kebetulan juga merupakan orang hotel yang bekerja tepat di seberang toko milik ku. Beliau memaksa ku untuk mengantar kue malam ini karena ia memiliki acara pagi-pagi sekali besok. Bukan permintaan yang mustahil, karena itulah aku rela mengantar kue ini larut malam.
“Baik Pak… Saya segera ke sana… Sebentar lagi saya sampai di tempat bapak… Terima kasih”
Cukup cerewet, aku berharap tidak menerima telepon darinya lagi, karena itu kupercepat laju motorku melewati jalanan ini. Pukul 10.46, terlambat 15 menit dari waktu yang telah aku janjikan. Segera kusinggahkan motor ku di depan toko setelah sampai dan terburu-buru ingin mengambil kue yang telah di pesan sebelumnya.
Aku berjalan sangat cepat,sehingga tidak memperhatikan sekelilingku apa yang terjadi. Kemudian berhenti di depan pintu dan segera mengambil kunci toko dari saku yang sempit karena badanku yang agak gemuk, cukup tergesa-gesa karena kurasakan telepon genggam ku berbunyi kembali namun tidak ku jawab panggilan tersebut karena aku sudah tahu darimana panggilan itu berasal.
Aku segera masuk dan mengambil kotak yang terletak di sudut ruangan kecil ini, kotak besar yang berisikan kue ini segera ku bawa keluar untuk ku kirim. Di sudut kotak ini tertulis Relife-Hotel yang merupakan tujuan dari kotak ini. Ku Bawa kotak itu melalui pintu, Krincing bunyi pintu yang khas dari toko ini pun memecah keheningan, aku berusaha membawa kotak ini melalui pintu kecil ini.
Seteleh berhasil melewati pintu ini, aku menyaksikan ada seorang pemuda bermuka pucat di samping motor ku, sambil memegang gitarnya dia diam terpaku menatapku. Agak bingung reaksi apa yang harus ku kerjakan, namun aku memilih tersenyum kepada dirinya. Maka aku pun tersenyum kepada pemuda itu, diikuti reaksi yang aneh tampak dari wajahnya. Mungkin pemuda itu bingung mengapa aku tersenyum pada dirinya.
Tak buang waktu aku menatap pemuda itu, dan memilih untuk melewatinya untuk mengantarkan kotak yang daritadi sudah ku peluk karena terlalu besar. Kusebrangi jalanan sepi itu, agak susah untuk berjalan cepat karena kotak yang ku bawa ini berat. Kujalani langkah demi langkah menyeberangi jalan tersebut. Tak lama aku mendengar seseorang berteriak-teriak entah di tujukan kepada siapa, dan aku pun menoleh. Ternyata kepadaku! Dan segera kusaksikan sebuah mobil yang sudah berada tepat di hadapanku. Kaku, tidak bisa bergerak. Namun aku terlempar dari tempat ku berdiri semula dan menjatuhkan kue-kue yang aku bawa.
Segera aku bangkit untuk melihat apa yang terjadi, tampak pemuda tadi sedang tersenyum pula kepadaku, membalas senyuman yang tadi ku berikan kepadanya, senyuman tersebut memberikan kekuatan kepadanya untuk tetap berdiri. Walau aku tahu, ada rasa sakit yang mendalam di tubuhnya.
Ia jatuh tepat di depan mataku, terkapar di jalanan sepi ini. Maka aku segera menelepon rumah sakit untuk mengirimkan ambulans kemari, berharap nyawa sang penyelamat ini dapat diselamatkan. Pada saat itu pula, aku tetap melihat senyuman di wajahnya. sungguh bersyukur aku tersenyum kepadanya tadi. Aku tak membayangkan apa yang terjadi bila ku acuhkan dirinya.
Ambulans pun datang, aku ikut kerumah sakit untuk melihat apa yang terjadi. Ingin membalas senyuman yang ia berikan padaku, namun tidak dalam bentuk ini. Aku ingin membalas senyuman ini dalam bentuk bagaimana aku memperlakukannya setelah ia gugur. Kuhubungi semua yang berkaitan dengan dirinya dan ku bayar semua biaya administrasinya, semua kulakukan untuk membalas senyuman yang jauh lebih mahal dari ini semua. Senyuman yang berharga sebuah nyawa yang saat ini ku bawa dalam raga ku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar